Showing posts with label penelitian. Show all posts
Showing posts with label penelitian. Show all posts

Sunday, 20 July 2014

Pengembangan Obat Menyontek Sistem Kekebalan Serangga


Sejak awal millennium, kepik Asia berkembang biak dengan cepat di Jerman, menggeser populasi kepik lokal. Keunggulan semacam ini tengah diteliti untuk pengembangan obat.
Kepik Asia, ulat bulu dan kumbang Eropa. Ketiga binatang tersebut punya banyak keunggulan. Pakar serangga Andreas Vilcinskas dari Universitas Gießen mengungkapkan, ketiganya paling sukses dalam evolusi.
"Sukses tentu ada penyebabnya. Salah satunya, serangga mampu memproduksi molekul yang dapatmelawan musuh atau enzim yang dapat beradaptasi pada sumber makanan. Keragaman molekul inilah yang kami teliti untuk kemaslahatan manusia," jelas Vilcinskas.
Kandidat mana yang paling potensial? Nomor satu: Kepik Asia. Sama seperti kepik Eropa, mangsa utamanya adalah kutu daun.
Para peneliti menemukan resep sukses perkembangbiakkan kepik Asia. Darah kepik Asia beracun, hingga tidak dimangsa oleh serangga lain.
"Idenya, membandingkan jenis yang invasif seperti kepik Asia, serta membandingkan sistem kekebalan tubuhnya dengan yang tidak invasif. Dengan cara itu kami menemukan sesuatu," ungkap sang peneliti.
Melawan tuberkulosis dan malaria
Mula-mula darah kepik Asia atau hemo-limfositnya diekstraksi. Kepik tetap hidup meski diberikan rotasi sesaat. Sampel darah kepik dioleskan pada lapisan agar-agar. Lalu selama 24 jam dimasukkan lemari hangat.
Hasilnya menakjubkan. Unsur Harmonin dari darah kepik tidak memungkinkan bakteri hidup. "Harmonin sudah kami ujicoba, dan ampuh melawan bibit penyakit TBC dan juga Malaria. Kini unsur aktif itu dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan obat TBC atau Malaria," tutur Vilcinskas.
Kandidat nomor dua: Ulat bulu, yang kebal gangren. Ulat ini memiliki enzim yang membunuh bibit penyakit. Kembali Vilcinskas menjelaskan: "Sebuah molekul dari ulat bulu ini, sekarang berada dalam tahapan riset klinik untuk pengembangan obat baru dengan keampuhan unik."
Peneliti Mark Salzig dari Universitas Gießen bersama para pakar bioteknologi memicu molekul untuk tumbuh dalam sebuah bioreaktor, yang kondisinya sama dengan di instalasi serupa di industri. Unsur aktif antibiotikanya kemudian dibubuhkan pada agar-agar.
Masih dalam tahap pengembangan
Salzig memaparkan sudah sampai mana penelitiannya berjalan, "Kami relatif sudah cukup jauh. Dalam waktu dekat akan kami ujicoba pada model kulit. Tapi farmasi masih perlu waktu, sebelum dapat sampai tahap penggunaan."
"Meski sudah ada perusahaan farmasi besar yang menyatakan berminat, dan mengembangkan bersama hingga produk final," tambahnya.
Kandidat nomor tiga: Kumbang penggali kubur. Para peneliti mempelajari bagaimana serangga ini mengawetkan makanannya. Jika menemukan bangkai tikus, kumbang akan menguburnya, melapisi dengan ludahnya, agar makanan itu awet.
Para peneliti terus mengejar kumbang yang lebih suka mengubur diri ini. "Kami mencoba, bagaimana bisa memperoleh enzim kumbang tersebut. Bagi industri makanan dan teknik itu sangat menarik," kata Andreas Vilcinskas.
Pemenang lomba belum ada. Yang jelas, banyak serangga punya keunggulan yang bisa dimanfaatkan. Para ilmuwan hanya harus teliti dan sabar untuk menemukannya.
Source : http://www.dw.de/pengembangan-obat-menyontek-sistem-kekebalan-serangga/a-17247973

Terapi Baru Hepatitis C

Penyakit Hepatitis C saat ini menginfeksi lebih dari 170 juta manusia di seluruh dunia, terutama di Asia, Afrika dan Eropa Selatan. Sejauh ini belum ada vaksinasi virus Hepatitis C.
Sampai saat ini, terapi standar untuk melawan Hepatitis C adalah memberikan preparat kombinasi Interferon, sejenis protein yang memicu kekebalan tubuh pasien dan penguat Interferon, Ribavirin, yang memiliki efek anti viral.
Virus Hepatitis C memicu peradangan hati. Jika tidak diobati, penyakitnya dapat menjadi kronis dan pada kondisi tertentu menyebabkan sirosis atau pengerasan hati. Juga pengobatan pengidap Hepatitis C kronis menggunakan preparat Interferon, hanya separuhnya yang sukses. Selain itu pengobatan dengan kombinasi Interferon berlangsung lama, antara enam hingga 12 bulan. Para pasien seringkali mengalami dampak sampingan yang cukup berat.

Obat Pendukung
Kini di Amerika Serikat dipasarkan obat baru dengan unsur aktif bernama Telaprevir, yang memerangi virus Hepatitis C secara lebih terarah. Obat baru itu disebutkan tidak dapat menggantikan terapi kombinasi Interferon. Melainkan, dengan memberikan tiga jenis unsur aktif, kemanjuran pengobatan Hepatitis C dapat ditingkatkan secara drastis.
Sejumlah uji coba membuktikan keampuhan terapi baru ini. Prof. Heiner Wedemeyer dari Sekolah Tinggi Kedokteran Hannover yang ikut serta dalam uji coba mengungkapkan, “Pada pasien yang sebelumnya tidak diobati, terapi standar menyembuhkan sekitar 50 persennya. Sementara pada terapi dengan tambahan obat baru, atau kombinasi tiga macam obat, tingkat penyembuhannya mencapai 75 persen. Artinya terdapat peningkatan dramatis sekitar 30 persen. Kami dapat mengatakan, tiga dari empet pasien, pada akhir pengobatan akan dapat disembuhkan. Dalam analisa selanjutnya, tingkat penyembuhan bahkan mencapai 80 persen.“
Terapi standar yang diterapkan saat ini juga amat rumit. Untuk memperkuat kekebalan tubuh, pasien harus disuntik Interferon seminggu sekali. Sementara untuk memperkuat efeknya, pasien setiap harinya harus menelan dua tablet Ribavirin. Terapinya harus dilakukan selama 48 minggu. Jika dalam terapinya ditambahkan obat baru Telaprevir, jangka waktu pengobatan diperpendek separuhnya, menjadi hanya sekitar 24 minggu.

Efek Sampingan dan Biaya
Namun Prof. Wedemeyer mengakui, disamping efek positifnya, juga terdapat dampak sampingan, “Telaprevir dapat memiliki dampak samping utama berupa reaksi pada kulit. Bercak pada kulit hingga lebih dari 50 persen tubuh, atau terbentuk gelembung cairan pada kulit. Juga diamati kasus diare. Hal itu terjadi pada sekitar 10 persen pasien. Dan pengobatannya harus dihentikan.“
Unsur aktif Telaprevir adalah keluarga dari apa yang disebut protease blocker, yang berfungsi secara terarah memblokir perkembang biakan virus. Pengobatannya harus dilakukan di bawah pengawasan para dokter ahli atau rumah sakit khusus. Obat baru itu disebutkan dapat memiliki dampak timbal balik yang merugikan dengan obat-obatan lain.
Pemberian protease-blocker Telaprevir diatur amat ketat, yakni setiap delapan jam, juga di tengah malam harus diminum satu kapsul. Prosedurnya menutut disiplin amat tinggi dari pasien. Juga obat baru itu harganya amat mahal. Untuk pengobatan selama enam bulan diperlukan biaya sekitar 17.000 Euro. Dengan begitu, jika harga obat baru yang ampuh memerangi Hepatitis C itu tetap tinggi, maka hanya segelintir pasien yang kaya yang dapat menikmati manfaatnya.

Michael Engel/Agus Setiawan
Editor: Christa Saloh-Foerster
Sumber : http://www.dw.de/terapi-baru-hepatitis-c/a-15399492